Your Adsense Link 728 X 15

HADITS DHOIF KARENA PERMASALAHAN PADA PERAWI

Posted by Anton Sanjaya Jumat, 06 Juli 2012 0 komentar
Al-Hafidz Ibnu Hajar menyusun urutan tingkatan kelemahan sebuah hadits dari sisi ini menjadi tujuh : Maudhu’, Matruk, Munkar, Muallal, Mudroj , Maqlub dan Mudthorib


1) HADITS MAUDHU’
Pengertian & Hukumnya
Hadits yang disebabkan karena perawinya berdusta atas nama Rasulullah SAW maka disebut dengan hadits maudhu’. Secara istilah, hadits maudhu’ adalah khabar palsu dan dusta yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Secara tingkatan hadits dhoif, hadits maudhu’ masuk dalam tingkatan yang paling buruk dari yang lainnya, sehingga sebagian ulama lain memasukkan dalam kategori yang tersendiri, tidak termasuk dalam golongan hadits dhoif. Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh meriwayatkan hadits maudhu’ -dengan sepengetahuannya- tanpa menjelaskan tentang status kepalsuannya tersebut.


Bagaimana Mengenali Hadits Maudhu’ ?
Hadits maudhu’ bisa dikenali melalui beberapa hal sebagai berikut :
a) Pengakuan dari pemalsu hadits tersebut, sebagaimana pengakuan Abi Ismah Nuh bin Abi Maryam, yang mengaku bahwa ia telah membuat hadits tentang fadhilah setiap surat dari Al-Quran dengan mengatasnamakan dari Ibnu Abbas.
b) Semacam pengakuan secara tidak langsung. Misalnya seorang meriwayatkan hadits dari syeikhnya, kemudian ditanya tentang tanggal wafatnya syeikh tersebut, ternyata wafatnya sebelum ia lahir, sementara hadits itu tidak dikenal kecuali dari jalurnya sendiri.
c) Bukti pembanding (qorinah) yang ada pada diri perawi, seperti bahwa perawi masuk dalam golongan rofidhoh sementara haditsnya berkaitan tentang keutamaan ahlul bait, misalnya.
d) Keterangan dalam matan atau konteks hadits, yang biasanya berlebihan, menyalahi logika atau penjelasan Al-Quran.


Motivasi membuat Hadits Maudhu’
1) Penodaan dan Pelecehan Agama : Yaitu membuat hadits palsu untuk membuat keraguan dalam ajaran Islam atau hal-hal baru yang menyesatkan. Misalnya Muhammad bin Said as-Syaami yang meriwayatkan dari Humaid dari anas secara marfu’ : “ aku penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku kecuali Allah berkehendak lain “.
2) Menuruti Hawa Nafsu untuk Memenangkan Golongannya : sebagaimana yang dibuat oleh pengikut rafidhoh yang melebih-lebihkan Ali bin Abi tholib untuk menguatkan dan memenangkan madzhabnya.
3) Upaya mendekati Penguasa : sebagian yang lemah iman berupaya memunculkan hadits palsu untuk mendapatkan simpati dan kedekatan dengan para penguasa, baik gubernur maupun khalifah pada waktu tersebut.
4) Mengejar Popularitas dan Ketertarikan Manusia : dengan hadits yang palsu tersebut ia membuat banyak orang terperangah dengan kisah-kisah hebatnya yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Contoh dalam hal ini adalah Abu Said al Madainy yang menjadikan kisah-kisah tersebut diperdengarkan ke pada orang-orang agar mereka memberikan uang sebagai penghargaannya.
5) Motivasi Beramal Sholih : ini bentuk maudhu’ yang tersembunyi karena seringkali manusia tertipu, mengingat isi hadits ini berisi kebaikan, berupa fadhilah dan keutamaan sebuah amal yang sangat memotivasi bagi yang mendengarnya untuk dikerjakan. Contohnya : “barang siapa yang sholat dhuha
maka mendapat pahala 70 nabi. “


2) HADITS MATRUK
Adalah hadits yang didalam sanadnya ada perawi yang disangka suka berdusta. Sebab tuduhan dan sangkaan ini bisa jadi karena salah satu dari hal berikut. Pertama, bahwa memang tidak ada riwayat lain dari hadits tersebut kecuali dari jalannya. Kedua, perawi dikenal dengan pendusta dalam ucapan-ucapannya terdahulu, meskipun belum muncul atau terbukti dalam hadits nabawi. Contoh hadits matruk : Hadits seorang penganut syiah Amru bin Syamir al-Kuufi : dari Jabir dari Abi Thufail dari Ali dan ‘Ammar keduanya mengatakan : adalah Nabi SAW melakukan qunut pada sholat fajr, dan memulai bertakbir pada hari arafat pada sholat shubuh, dan menghentikannya pada sholat ashar hari tasyriq yang terakhir”. Imam An-Nasa’iy dan Daruquthni dan yang lainnya mengatakan tentang Amru bin Syamir : matrukul hadits .


3) HADITS MUNKAR
Hadits munkar mempunyai setidaknya dua pengertian dengan penekanan yang berbeda :
1) Hadits yang di dalam sanadnya ada satu perawi yang dikenal buruk hafalannya, atau sering teledor (lalai) atau terlihat kefasikannya.
2) Menurut Ibnu Hajar : Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi dhoif yang bertentangan dengan riwayat perawi lain yang tsiqoh. Tingkatan hadits ini termasuk kategori dhoif jiddan (lemah sekali) dan mengikuti tingkatan hadits setelah matruk.  Contoh hadits ini ( pengertian pertama ) : Yang diriwayatkan oleh An-Nasai dan Ibnu Majah dari riwayat Abu Zukair Yahya bin Muhammad bin Qois dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah ra secara marfu’ : “ makanlah balah (jenis kurma kering) dan kurma, sesungguhnya setiap ibnu adam memakannya, setan menjadi marah. “. Imam An-Nasaiy mengatakan : ini hadits munkar, diriwayatkan secara sendirian oleh Abu Zukair, dia adalah seorang syaikh sholeh, tetapi diragukan hafalannya khususnya jika meriwayakan sendirian.


4) HADITS MUA’LLAL
Yaitu hadits yang setelah dilihat dengan lebih teliti terdapat ‘cacat’ atau aib yang menggugurkan kesahihannya, meskipun secara dhohir terlihat selamat dari cacat tersebut. Aib atau cacat tersebut bisa jadi ada pada sanad ataupun matannya, atau bahkan keduanya. Contoh illat yang ada pada sanad : Hadits yang diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dari Sufyan At-Tsauri, dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, ia bersabda : “ kedua penjual dalam masa tenggang pemilihan …… “. Permasalahan sanad di atas adalah, kesalahan Ya’la bin Ubaid yang menyebutkan perawi sebelum Sufyan at- Tsauri sebagai Amru bin Dinar, padahal para ulama hadits lain menyebutkan bahwa yang benar adalah : “Abdullah bin Dinar” bukan “Amru bin Dinar”.


5) HADITS MUDROJ
Yaitu hadits yang diubah susunan sanadnya atau disisipkan dalam lafadz matannya apa-apa yang bukan bagian dari hadits tersebut, tanpa batasan pemisah. Misal hadits mudroj: seorang syaikh sedang menyampaikan hadits pada murid-muridnya, lalu ada sebuah kondisi atau kejadian yang membuatnya berhenti dan mengatakan sebuah perkataan lain bukan dari hadits, namun disangka oleh murid muridnya itu adalah bagian dari hadits yang akan disampaikan. Kondisi ini bisa terjadi pada sanadnya atau juga matan hadits, dimana ada perkataan lain yang ikut dimasukkan dalam lafadz hadits tanpa garis pemisah yang jelas dengan hadits aslinya. Contoh hadits Aisyah seputar permulaan wahyu : “ dahulu Nabi SAW betahannuts (menyendiri) di gua hiro – yaitu beribadah – beberapa malam tertentu “. Ungkapan “ yaitu beribadah” adalah perkataan Zuhri bukan Aisyah ra.


6) HADITS MAQLUB
Yaitu hadits yang didalamnya ada penggantian atau pembalikan lafadz hadits baik dalam sanad maupun matannya, penggantian tersebut bisa dengan mengganti yang awal jadi akhir, atau akhir jadi awal dan semacamnya. Contoh hadits maqlub : yang diriwayatkan oleh Hamad bin Amru –al kadzzab- dari al-A’masy dari Abi Sholih, dari Abu Hurairoh secara marfu’ : “ jika engkau bertemu dengan orang musyrikin di jalan maka jangan mulai memberi salam “. Hadits ini maqlub, sanadnya diganti dari a’masy, padahal sudah dikenal yang benar adalah dari Suhail bin Sholih dari ayahnya dari Abu Huroiroh.


7) HADITS MUDHTORIB
Yaitu hadist yang diriwayatkan dengan berbagai riwayat versi beragam yang mempunyai kekuatan yang sama atau berimbang, yang tidak memungkinkan untuk digabungkan ( al-jam’) antara keduanya, dan tidak memungkinkan pula ditarjih (dipilih) salah satu dari keduanya. Bentuk idhtirob dalam hadits ini bisa jadi dalam sanad atau bisa jadi dalam matannya. Seperti, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Fatimah binti Qois, ia berkata : Rasulullah ditanya tentang zakat, lalu beliau menjawab : “ sesungguhnya dalam harta kita, ada kewajiban selain zakat”. Sementara Ibnu Majah dengan riwayat : “ sesungguhnya tidak kewajiban dalam harta selain zakat”. Selain pembagian dan istilah hadits di atas, terdapat juga hadits dhoif jenis kategori lain dengan sebab yang beragam pula, kami sebutkan secara sederhana sebagai berikut :
Hadits Majhul : hadits yang dalam sanadny ada perwai yang tidak diketahui jarh dan ta’dilnya.
Hadits Mubham : Yaitu hadits yang tidak menyebutkan nama dalam rangkaian sanadnya. Contohnya adalah hadits Hujaj ibn Furadhah dari seseorang (rajul), dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.
Hadits Syadz : Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqoh namun bertentangan dengan hadits lain yang riwayatnya lebih kuat dan perawinya lebih tsiqoh
Hadits Mushohhaf : Yaitu hadits yang terdapat perubahan dari sisi penulisannya, baik dalam sanad dan matan. Misal dalam matan : ‘ihtajaro ..’ menjadi “ ihtajama ..”, atau misal dalam sanad : nama perawi jamroh mestinya hamzah.



0 komentar:

Posting Komentar

Materi Banyak Di Baca